Breaking News

Batu Monumen Pahlawan Kerja Saksi Bisu Romusha Di Riau



Mungkin banyak yang tidak tahu, ada situs besar jejak pembangunan rel kereta api di Riau bukti sejarah bahwa penjajahan Jepang yang pernah melakukan romusha terhadap pemuda Indonesia.

Jalur rel yang memanjang dari Pekanbaru (Dulu disebut Pakan Baroe) ke Muara Sijunjung, Sumatra Barat ini merenggut sekitar tiga ratus ribu jiwa untuk pembangunan proyeknya, namun kini nyaris tak berbekas. Hanya menyisakan cerita nestapa yang mengharukan. Sehingga kerap disebut “Pakan Baroe Death Railway”.

Sejarah mencatat, Sebelum Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda telah membuat rencana pembangunan jaringan jalan rel kereta api yang menghubungkan pantai timur dan pantai barat Sumatera, yang akhirnya akan meliputi seluruh pulau Sumatera. Jalur Muaro ke Pekanbaru adalah bagian dari rencana itu.

Tapi hambatan yang dihadapi begitu berat, banyak terowongan, hutan-hutan dan sungai serta harus banyak membangun jembatan. Karena belum dianggap layak, rencana itu tersimpan saja di arsip Nederlands-Indische Staatsspoorwegen (Perusahaan Negara Kereta Api Hindia Belanda).

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Jepang mengetahui rencana Kolonial Belanda. Penguasa militer Jepang melihatnya sebagai jalan keluar persoalan yang mereka hadapi.

Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera akan membuat jalur transportasi yang menghindari Padang dan Samudera Hindia yang dijaga ketat kapal perang Sekutu.

Jalan kereta api baru itu akan memperluas jaringan Staatsspoorwegen te Sumatra’s Weskust (SSS) sepanjang 215 km ke pelabuhan Pekanbaru. Dari sana, melalui Sungai Siak akan mudah mencapai Selat Melaka.

Tujuan Jepang melakukal ini agar memperpendek langkah mereka dalam memperluas jajahan hingga Selat Malaka dan juga selain membangun jalur kereta api untuk transportasi singkat Jepang menuju Selat Malaka, Jepang juga sekaligus mencari harta benda berupa emas di Kuansing dan Batu Bara untuk keperluan perang mereka.

Pekerjaan dimulai September 1943. Para Romusha membangun fasilitas perkeretaapian dan badan jalan rel di Pekanbaru. Mei 1944 para tawanan perang mulai berdatangan.

Tapi sebagian romusha dan tawanan perang tidak pernah sampai ke Pekanbaru. Banyak yang terbunuh ketika kapal yang mereka tumpangi tenggelam terkena torpedo Sekutu.

Kapal yang mereka tumpang bernama Kapal Maru Junyo dan Waerwijk Van. Sebagian besar romusha pekerja rel ini meninggal karena kurang makan, penyakit dan perlakuan buruk.

Sementara itu, material kereta api – rel, lokomotif dan gerbong, didatangkan juga dari tempat lain, termasuk beberapa lokomotif bekas Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) and Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).

Karena Jepang terdesak waktu untuk menyelesaikan lintasan ini, pembangunan terowongan dihindari, tapi untuk melintasi sungai dan jurang masih tetap harus dibangun jembatan dari kayu yang ditebang di hutan yang dihuni harimau.

Akhirnya jalan rel ini selesai pada 15 Agustus 1945, bersamaan dengan penyerahan Jepang pada Sekutu. Jalan kereta api ini tidak pernah digunakan untuk tujuannya semula, membawa batubara dari Sawah Lunto, Sumatera barat, ke Pekanbaru.

Kereta api yang melalui jalan rel ini hanya kereta api pengangkut tawanan perang yang telah dibebaskan. Tidak lama setelah itu jalan rel ini ditinggalkan begitu saja. Para romusha dan tawanan perang yang mengorbankan nyawa untuk pembangunan jalan rel ini mati sia-sia.

Jalan kereta api ini dikenal juga sebagai Jalan Kereta Api Maut Sumatera dan ada juga yang menyebutnya Pekanbaru Rail Line, seorang penulis Belanda menyebutnya "The Death Railway"

Dalam pengerjaan jalur kereta api Pekanbaru-Muaro ini menggunakan ribuan para pekerja (romusha) yang berasal dari berbagai negara, selain dari Indonesia para pekerja yang membangun jalur rel kereta api ini juga berasal dari negara lain yang merupakan tawanan perang,ada yang berasal dari Belanda, Inggris, Australia, Amerika dan Selandia Baru.

Sayangnya, apa yang telah dibangun dengan peluh, darah hingga nyawa itu, kini hanya tinggal kenangan saja berupa beberapa rel, lokomotif, dan gerbong di dalam hutan dan kebun warga.

Hal itu dikarenakan Pembangunan jalan rel dibangun secara asal-asalan karena masing-masing Tentara Jepang dan romusha tidak mengerti bagaimana cara membangun jalan rel yang baik.

Bantalan rel dibuat dari kayu apa saja yang ada di hutan, sehingga bantalan-bantalan tersebut pecah saat rel ditancapkan pada kayu tersebut.

Apabila jalan rel melintasi rawa, rawa tersebut hanya diuruk ala kadarnya tanpa dipadatkan, sehingga tanah ini sangat rawan ambles apabila dilewati Kereta Api.

Jembatan rel yang dibangun pun dibuat seadanya sehingga konstruksi jembatan amat rapuh dan bisa saja ambruk sewaktu-waktu. Di daerah Logas, menurut para insinyur SS seharusnya dibangun Terowongan menembus Bukit Barisan.

Tetapi tentara Jepang tidak mengindahkan pendapat para Insinyur SS dan sebaliknya membuat jalur memutar di samping jurang dan membuat Talud yang konstruksinya amat buruk. Beberapa saat sebelum Jepang menyerah Kereta yang ditumpangi para romusha anjlok di tempat ini dan jatuh ke jurang.

Jalur kereta yang terdapat di Riau melewati Kampar Kiri, Lipat Kain, Kota Baru, Logas, Lubuk Ambacang sampai ke Muara Sijunjung, Sumatera Barat.

Para romusha yang dipaksa mengerjakan proyek mercusuar ini, hanya menggunakan peralatan sederhana, lebih mengandalkan tenaga manusia.

Untuk menghormati Gugurnya para pahlawan ini, akhirnya dibuatlah monumen yang diberi nama Pahlawan Kerja. Diresmikan pada tahun 1978 oleh gubernur riau saat itu, HR Soebrantas.

Wahai kusuma bangsa
Anda diboyong Jepang penguasa bekerja, bekerja dan bekerja.
Nasibmu dihina papa, jasamu tak kulit terurai tulang.
Di sini anda rehat bersama tanpa tahu keluarga.
Tak ada nama dan upacara, namun jasamu dikenang bangsa.
Andalah pahlawan kerja.
Ya Allah keharibaan-Mu kami persembahkan mereka,
ampunilah, rahmatilah mereka.

Tulisan Di Monumen Pahlawan Kerja

Tak jauh dari monumen, terdapat sebuah Lokomotif hitam bertulisan C3322 dengan panjang sekitar 10 meter menjadi bukti sejarah bahwa pernah ada lintasan kereta api di Provinsi Riau.
Ketika sampai di monumen Pahlawan Kerja ini Anda juga akan melihat beberapa kuburan massal yang tak bernama.

Serta tepat di bawah lokomotif menjadi tempat saksi bisu terkuburnya para romusha yang banyak dari mereka pendatang dari Pulau Jawa untuk belajar tentang perminyakan di Indragiri Hulu.

Akan tetapi kebohongan dan penyiksaan yang mereka dapatkan hingga akhirnya meninggal tanpa diketahui keluarga, tanpa penghormatan, serta tanpa belas kasihan para penjajah kala itu.

Tak jauh dari monumen, terdapat sebuah Lokomotif hitam bertulisan C3322 dengan panjang sekitar 10 meter menjadi bukti sejarah bahwa pernah ada lintasan kereta api di Provinsi Riau.

Ketika sampai di monumen Pahlawan Kerja ini Anda juga akan melihat beberapa kuburan massal yang tak bernama.

Serta tepat di bawah lokomotif menjadi tempat saksi bisu terkuburnya para romusha yang banyak dari mereka pendatang dari Pulau Jawa untuk belajar tentang perminyakan di Indragiri Hulu.

Akan tetapi kebohongan dan penyiksaan yang mereka dapatkan hingga akhirnya meninggal tanpa diketahui keluarga, tanpa penghormatan, serta tanpa belas kasihan para penjajah kala itu.

Meski di Riau sendiri nyaris tak berbekas, ternyata monumen serupa juga diabadikan di Inggris. Bertuliskan ”The Sumatera Rail Way” di National Memorial Arboretum in Staffordshire, dan didirikan Agustus 2001 lalu.

Ini untuk mengenang ribuan tentara POW (Prisoner Of War) yang tewas sebagai tahanan. Diabadikan dengan menunjukkan peta pengerjaan kereta api sumatera yang mematikan itu.

Hal ini tentunya membuat kita yang menikmati kesenangan hidup saat ini sangat berterima kasih kepada jasa pahlawan yang telah mengorbankan kesenangan hidup, terpisah dari keluarga dan membakar semangat diri yang pada akhirnya wafat demi tujuan satu yaitu NKRI Harga Mati !!

Monumen Pahlawan Kerja ini berlokasi di Jln Kaharuddin Nasution, Simpang Tiga, Kecamatan Bukitraya, Pekanbaru. Dengan waktu tempuh sekitar sepuluh menit dari Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II.

Bagi pecinta petualangan, ini bisa menjadi destinasi wisata yang menarik. Menelusuri jejak peninggalan masa lalu yang nyaris tak berbekas.

Hal ini sebenarnya pernah dilakukan wisatawan-peneliti asal Selandia Baru, yang menelusuri jejak moyangnya yang pernah menjadi POW dan korban proyek tersebut.

Peta jalur rel itu hingga kini masih ada, tinggal menelusurinya, ala Indiana Jones yang mencari harta karun. Bagi anda yang berkunjung kesini bisa menyempatkan berdoa untuk para pahlawan kerja sehingga menjadi langkah yang baik untuk mengisi kemerdekaan.

Source : buku karangan Henk Hovinga : “The Sumatra Railroad: Final destination Pakan Baroe 1943-1945” (5th rev. ed & 1st English ed.); Leiden: KITLV Press, 2010. dan dari sumber lainnya.

No comments